E-Learning Study

Home » Artikel » Anomali Iklim karena pengaruh Erupsi Vukanis

Anomali Iklim karena pengaruh Erupsi Vukanis

Kalender

March 2016
M T W T F S S
 123456
78910111213
14151617181920
21222324252627
28293031  
Erupsi Gunung Samalas (Rinjani) pada 1257 dipercaya sebagai salah satu erupsi terbesar dalam sejarah. Kesimpulan ini dinyatakan oleh Frank Lavigne dkk dalam makalahnya. Lavigne dkk juga menyatakan bahwa letusan Samalas ini dua kali lebih besar dibanding letusan Tambora pada 1815. Erupsi yang menurut Lavigne dkk terjadi pada 1257 ini dipercaya juga sebagai penyebab anomali iklim global pada tahun 1258.
Anomali Iklim Abad Pertengahan.

Catatan pada inti bor es di kutub mengungkap adanya erupsi besar yang kemungkinan terjadi pada 1257 atau 1258. Peningkatan kandungan sulfat pada lapisan es ini diperkirakan akibat adanya erupsi vulkanis yang sangat besar. Hasil perkiraan dari inti bor es ini mengungkap bahwa kemungkinan letusan yang terjadi enam kali dan dua kali lebih besar dibanding Krakatau 1883 dan Tambora 1815.

Petunjuk-petunjuk yang diperoleh dari lingkar pohon, catatan sejarah, dan catatan arkeologis mengungkap bahwa letusan ini menghasilkan dampak besar terhadap iklim global, utamanya pada bumi bagian utara. Catatan dari abad pertengahan juga mengungkap adanya perubahan iklim yang berujung pada banjir, kelaparan, dan gagal panen.
Selama puluhan tahun ilmuwan mencoba mencari jawaban penyebab dari bencana besar ini. Beberapa gunung api diajukan sebagai “tersangka” seperti Okataina (Selandia Baru), El Chichon (Meksiko), dan Quilotoa (Ekuador). Namun, tidak dari kesemuanya menunjukkan bukti yang kuat sebagai penyebab bencana abad pertengahan tadi.
Tanda Keterlibatan Rinjani
Lavigne dkk menggunakan data vulkanologi fisik, stratigrafi, dan geomorfologi, serta pentarikhan umur karbon, geokimia tefra, dan tulisan sejarah untuk menyajikan bukti terbaru mengenai keterkaitan Samalas (Rinjani) dengan peristiwa anomali iklim global pada 1257-1258.
Lavign dkk mengungkapkan beberapa fase letusan saat erupsi 1258 terjadi. Fase F1 dan F3 merupakan fase dimana terjadi fase plinian yang diselingi fase freatoplinian pada fase F1. Secara berurutan fase F1 dan F3 menghasilkan material sebanyak 2 – 2,8 km3 dan 1,7 – 2 km3 DRE (Dense Rock Equivalent). Berdasarkan perhitungan Mass and Volumetric Eruption Rate(MER) ini, menjadikan erupsi Samalas 1257 fase F1 dan F3 lebih besar dibandingkan Tambora 1815.
Total magma yang dilepaskan erupsi Samalas 1257 ini adalah 40,2 ± 3 km3 DRE. Lavign dkk juga menyimpulkan dengan lepasan volume seperti ini, maka diperkirakan letusan Samalas 1257 memiliki magnitudo 7. Lavigne dkk memberikan catatan bahwa magnitudo ini adalah perhitungan minimum karena ada beberapa faktor yang tidak dapat dihitung. Artinya ada kemungkinan magnitudonya lebih besar.
Perbandingan geokimia pecahan gelas yang ditemukan di inti bor es kutub dengan material hasil letusan Samalas 1257 menunjukkan kemiripan. Gelas hasil letusan Samalas berkomposisi trachytic-rhyolitic dengan nilai SiO2 dan Na2O+K2O sebesar 68,78 ± 0,49 dan 8,28 ± 0,28 wt%. Sementara pecahan gelas pada inti es kutub memiliki kandungan SiO2 69-70 wt% dan Na2O+K2O sebesar 8-8,5 wt%. Kemiripan ini menjadi rujukan yang memperkuat hubungan erupsi Samalas 1257 dengan anomali iklim abad pertengahan.
Untuk memperoleh waktu letusan, Lavigne dkk menggunakan perhitungan karbon yang juga didukung oleh Babad Lombok. Babad Lombok menceritakan mengenai erupsi katastropis Rinjani yang menghasilkan kaldera Rinjani yang sekarang menjadi danau segara anak. Dalam babad ini, diceritakan bahwa letusan terjadi sebelum periode Selaparang atau sebelum berakhirnya abad ke-13. Perhitungan awal oleh Nasution dkk, kaldera Rinjani terbentuk antara tahun 1210 hingga 1260.
Dalam makalahnya juga Lavign dkk mengungkapkan penemuan kuburan tulang-belulang manusia di London. Umur perkuburan ini diperkirakan dari abad pertengahan yang kemungkinan ada kaitannya dengan letusan Samalas ini.
Besaran letusan, posisi geografis, serta waktu terjadinya erupsi, ditambah catatan sejarah menjadikan Lavigne dkk menyimpulkan bahwa sumber melimpahnya sulfat di inti bor es kutub pada lapisan 1257-1258 adalah akibat dari erupsi Rinjani (Samalas) pada 1258. Letusan ini menjadi salah satu letusan terbesar selama holosen hingga menyebabkan anomali iklim pada 1258, utamanya di belahan utara bumi. Hal ini menambah catatan bagi Indonesia sebagai wilayah yang memiliki sejarah erupsi katastropis dengan dampak global selain Toba pada 75 ribu tahun lalu, Tambora pada 1815, dan Krakatau pada 1883.
Gunung Rinjani (Samalas) adalah gunungapi aktif yang berada di Pulau Lombok. Aktivitas vulkanismenya saat ini berpusat pada Gunung Barujari yang tumbuh di dalam Kaldera Rinjani. Di dalam Kaldera Rinjani ini pula terdapat danau Segara Anak.

Leave a comment